Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan. Pembuatan Media Kuktur





                      Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan
                      Pembuatan Media.




BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Ritonga, 2007).

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Ma’rufah, 2008). Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya (Hendra, 2007).

Media adalah faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Media eksplan terdiri dari berbagai macam campuran bahan yakni unsur mineral baik mikronutrient dan makronutrient, zat pengatur tumbuh, senyawa organik, vitamin, dan masih banyak lainnya. Namun perlu diingat, bahan-bahan dalam suatu media eksplan memiliki fungsi yang berbeda sehingga setiap tanaman yang akan dikulturkan komposisi bahan untuk media eksplan pun berbeda (Nisa, 2013). 

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman. Unsur hara makro dan mikro diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Pada umumnya biasa diberikan dalam komposisi tertentu seperti komposisi media MS, WPM, B5, White, dan lain-lain tergantung dari jenis tanaman yang akan dikulturkan. Vitamin yang banyak digunakan adalah vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C yang digunakan sebagai antioksidan. Asam amino dipakai sebagai sumber N organik, yang biasa digunakan adalah glycine, asparagin, glutanin, alanin, dan threonine (Ritango, 2007).

Hal inilah yang melatarbelakangi praktikum kultur jaringan tumbuhan mengenai pembuatan media kultur agar dapat mengetahui jenis-jenis media kultur jaringan tumbuhan dan mengetahui cara pembuatan media kultur jaringan tumbuhan.
Tujuan 
Adapun tujuan dari praktikum kultur jaringan tumbuhan mengenai pembuatan media kultur sebagai berikut:

  1. Mengetahui jenis-jenis media kultur jaringan tumbuhan
  2. Mengetahui cara pembuatan media kultur jaringan tumbuhan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengartian Media MS 

Media MS merupakan perbaikan komposisi media Skoog terutama kebutuhan garam anorganiknya. Media MS mengandung NH4+. Kandungan N ini, 5 kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller,15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS (Hendaryono, 1994).

Media dasar MS (Murashige dan Skoog) yang merupakan salah media yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan. Saat ini sudah banyak penelitian dengan menggunakan media MS yang dimodifikasi. Modifikasi media dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan hara yang tepat bagi eksplan untuk tumbuh dan berkembang pada media kultur jaringan dan terbebas dari kontaminasi (Fauzy, 2015).

Media MS merupakan media kultur jaringan yang banyak digunakan untuk mengkulturkan berbagai jenis tanaman, karena media ini mengandung unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan penemu-penemu sebelumnya. Setelah penemuan media MS, banyak berkembang modifikasi-modifikasi media untuk tujuan tertentu, contoh media Nitsch dan Nitsch (1969) untuk kultur anther dan media SH (Schenk dan Hidebrant) untuk kultur kalus monokotil dan dikotil. Media VW (Vacin dan Went) dan media organik yang digunakan untuk perbanyakan anggrek, serta media WPM (Woody Plant Media) untuk tanaman berkayu, atau tanaman perdu atau pohon berkayu (Sandra, 2013). Media Murashige-Skoog merupakan media yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman (Aliyah, 2002).

Teknik aseptik Dalam Pembuatan Media

Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi (Gunawan, 2007 dan Miller et al, 1956):
1. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan dan penyinaran.

Pemanasan Peminjaran (dengan api langsung) yaitu membakar alat pada api secara langsung contoh alatnya yaitu inokulum, pinset, batang L. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlemenyer, tabung reaksi dan lain-lain. Uap air panas, konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi. Uap air panas yang bertekanan dapat menggunakan autoklaf.

Penyinaran dengan UV, sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV.
3. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.

Ciri-Ciri Media yang Sesuai untuk Pertumbuhan Eksplan

Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman, maka factor–factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan media kultur jaringan yang baik adalah media yang  mengandung (Yuniastuti, 2008):

1. Hara anorganik Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur–unsur penting ini harus dimasukkan dalam media kultur. 

2. Hara organik tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun, tanaman in vitro dapat  mensintesa  senyawa ini,  diperkirakan  mereka  tidak  menghasilkan vitamin dalam  jumlah  yang cukup untuk  pertumbuhan   yang sehat  dan  satu  atau lebih  vitamin  mesti  ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin  dan  inositol biasanya ditambahkan. Selain bahan organik  tersebut, bahan  kompleks,  seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain–lain. Penambahan bahan  kompleks ini menghasilkan  media  yang tak terdefinisi.

3. Sumber karbon Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tetapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa di autoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.


4. Agar  umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar seperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tetapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur.
5. pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tetapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat.

Jenis Kontaminasi Media

Kontaminasi merupakan salah satu gangguan yang umum terjadi pada  kultur jaringan. Tingkat kontaminasi media berbanding lurus dengan tingkat kekayaan unsur hara dalam media yaitu semakin diperkaya suatu media maka tingkat kontaminasi juga semakin besar, demikian pula sebaliknya semakin sederhana suatu media maka tingkat kontaminasi juga semakin kecil. Pada umumnya, kontaminasi karena jenis media disebabkan karena kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan luar dan yang berasal dari eksplan. Oleh karena itu, jika mikroorganisme dari lingkungan luar dan eksplan tidak ada maka tidak akan terjadi kontaminasi media dan eksplan. Adapun sumber-sumber kontaminan dapat berasal dari (Santoso dan Nursandi, 2003 dalam Nisa, 2013) :
1. Udara : kontaminan yang ada di udara dapat berupa spora bakteri atau cendawan dan umumnya banyak terdapat pada daerah yang kelembapan tinggi. 
2. Bahan tanam (eksplan) : untuk eksplan yang berasal dari tanah umumnya lebih banyak mengandung bahan kontaminan dibanding eksplan yang ada di permukaan atau pucuk. Kontaminan yang berada di permukaan eksplan dapat dibersihkan menggunakan air dan larutan pensteril. Sedangkan untuk kontaminan yang berasal dari dalam eksplan ditangani dengan penggunaan antibiotika.
 3. Manusia atau pekerja : kontaminan yang berasal dari manusia dapat terbawa melalui pakaian yang dikenakan, anggota badan dan pernapasan.
 4. Alat-alat  yang digunakan : kontaminan dapat berasal dari peralatan yang digunakan dalam kegiatan penanaman karena proses sterilisasi yang kurang sempurna sehingga kontaminan masih melekat dalam peralatan.
 5. Aquades (air steril).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 

Waktu dan Tempat
Adapun pelaksanaan praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan tentang Pembuatan Media Kultur yang dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2018 pukul 10:21-12:00 WIB, di Laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. 

Alat dan Bahan
Alat 
Adapun alat yang digunakan pada praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan tentang Pembuatan Media Kultur ialah gelas beker 1 liter, botol kultur, autoklaf, timbangan analitik, plastik, karet gelang, stirrer, spatula dan pH meter.

Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan tentang Pembuatan Media Kultur ialah media MS, hormon sitokinin, agar biasa, gula, NaOH, HCL dan aquades.

Cara Kerja 
Adapun cara kerja dari praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan tentang Pembuatan Media kultur sebagai berikut:
Siapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan media kultur
Timbang media MS sebesar 4,43 gr, gula 30 gr dan agar 7-8 gr
Larutan MS, gula dan ZPT atau hormon sitokinin ke dalam gelas beker kemudian tambahkan aquades mencapai 1 liter
Ukur pH larutan media, atur pH menggunakan NaOH dan HCL hingga mencapai pH 5,7-5,8
Masukkan agar dan didihkan larutan
Setelah larutan masak, masukkan ke dalam botol-botol kultur kemudian ditutup dengan plastik
Masukkan botol-botol kultur yang berisi larutan media ke dalam autoklaf selama 15 menit dengan pengaturan tekanan sebesar 17,5 psi atau 1 ATM dan suhu 121ºC
Setelah suhu autoklaf dingin, angkat botol-botol kultur yang berisi larutan media tersebut
Simpan botol-botol kultur di tempat steril
























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 
Siapkan alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses pembuatan media kultur
Timbang media MS sebesar 4,43 gr, gula 30 gr dan agar 7-8 gr
Larutan MS, gula dan ZPT atau hormon sitokinin ke dalam gelas beker kemudian tambahkan aquades mencapai 1 liter
Ukur pH larutan media, atur pH menggunakan NaOH dan HCL hingga mencapai pH 5,7-5,8
Masukkan agar dan didihkan larutan
Setelah larutan masak, masukkan ke dalam botol-botol kultur kemudian ditutup dengan plastik
Masukkan botol-botol kultur yang berisi larutan media ke dalam autoklaf selama 30 menit dengan pengaturan tekanan sebesar 17,5 psi atau 1 ATM dan suhu 121ºC
Setelah suhu autoklaf dingin, angkat botol-botol kultur yang berisi larutan media tersebut
Simpan botol-botol kultur di tempat steril

Pembahasan 

Berdasarkan hasil praktikum kultur jaringan mengenai pembuatan media kultur berupa media MS, hormon sitokinin dan gula ke dalam gelas beker kemudian tambahkan akuades 1 liter. Setelah itu, masukkan agar dan didihkan larutan media tersebut. Setelah masak, masukkan ke dalam botol kultur dan tutup dengan plastik tahan panas. Kemudian botol yang sudah berisi larutan media di sterilisasi dengan autoklaf  selama 30 menit dan suhu 121ºC, setelah suhu autoklaf dingin, angkat botol kultur yang berisi larutan media tersebut dan simpan di tempat steril atau box. 

Pada pembuatan media kultur menggunakan media MS karena media MS dapat digunakan semua tanaman dan induksi kalus. Sesuai dengan pendapat  Aliyah (2002), mengatakan bahwa media Murashige-Skoog merupakan media yang paling banyak digunakan  dalam  kultur  jaringan tanaman.  Keistimewaan   media  ini adalah  mempunyai  kandungan nitrat,  kalium  dan ammonium yang  tinggi. Menurut Ahmed, Rao, Rao, & Taha (2011) dalam Ajijah (2016), penggunaan media dasar MS untuk  menginduksi kalus. Menurut Kardhinata  dkk (2015), media Murashige dan Skoog (MS) dapat  digunakan pada  hampir  semua  jenis kultur. Menurut Gunawan (1988), media ini mengandung unsur hara makro dan unsur mikro seperti  myoinositol, niacin, pyridoxin  HCL, thiamin HCL, glycine dan glukosa. Dari penjelasan tersebut bahwa media MS berupa media dasar yang dapat digunakan semua jenis tanaman dan mengandung unsur hara makro dan hara mikro.

Pembuatan media kultur selain media MS juga di tambahkan zat pengatur tumbuhan yang digunakan hormon sitokinin karena hormon sitokinin dapat merangsang tunas. Menurut Wetherell (1982) dalam Kardhinata  dkk (2015), Modifikasi media kultur jaringan dengan menambah zat pengatur tumbuh perlu dilakukan untuk menaikkan presentase keberhasilannya. Ada dua jenis hormon tanaman (auksin dan sitokinin) yang banyak dipakai dalam propagasi secara in vitro. Auksin dapat merangsang pembentukan akar sedangkan sitokinin berperan sebagai perangsang pembelahan sel dalam jaringan yang dibuat eksplan serta merangsang pertumbuhan tunas daun.

Tujuan menambahkan hormon sitokinin dalam media kultur untuk mendapatkan morfogenesis dan dapat menghambat pembentukan akar. Menurut Gunawan (1988), sitokinin yang ditambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.

Selain penambahan zat pengatur tumbuhan dalam media kultur, gula juga dibutuhkan dalam media kultur karena sebagai sumber energi dan nutrisi bagi tanaman in vitro. Gula juga mengandung karbon, oksigen dan hidrogen untuk tanaman in vitro. Menurut George dan Sherrington (1984) dalam Ajijah (2016), Pada kultur in vitro, sel dan jaringan tumbuhan belum sempurna dalam melakukan asimilasi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula sebagai sumber karbon dan energi. Selain sebagai sumber energi bagi sel dan jaringan, gula juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik potensial di dalam medium. Gula pada umumnya diberikan pada medium kultur berupa sukrosa atau komponen-komponennya seperti monosakarida glukosa atau fruktosa. Sukrosa pada medium kultur ditambahkan sebanyak 30 gr/l. Glukosa atau D-glukosa biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 20 - 30 gr/l, tergantung dari jenis eksplan. Sukrosa ternyata lebih berpengaruh dalam perkembangan kalus, sedangkan pengaruhnya terhadap organogenesis belum dapat dipastikan.

Agar juga ditambahkan dalam media kultur sebagai pemadat media, karena praktikan menggunakan media padat sebagai pembentukan kalus. Agar yang digunakan 7-8 gr, agar mempunyai keuntungan selain sebagai bahan pemadat media. Menurut Gunawan (1988), dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai beberapa keuntungan yaitu saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila di lelehkan pada suhu 60º-100ºC dan memadat pada suhu 45ºC, gel agar bersifat stabil pada suhu inkubasi dan agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh enzim tanaman. 

Dari komposisi pembuatan media kultur, hasil media yang sudah dibuat bahkan telah di sterilisasi dengan autoklaf banyak yang terkontaminasi bahkan tinggal 15 botol kultur berisi media yang tidak terkontaminasi. Kemungkinan penyebab kontaminasi media karena tempat pembuatan media kultur yang tidak steril, saat memasukkan media dalam botol kultur salah satu praktikan berbicara karena praktikan tidak memakai masker dan dari udara yang membawa mikroorganisme. Ketika membuat media sebaiknya digunakan erlenmeyer untuk meminimalis terjadi kontaminasi, apalagi bibir erlenmeyer kecil tidak sebesar gelas beker, kemudian di sumbat dengan aluminium foil. Sehingga tidak adanya kontaminasi pada media dan membuat media yang terkontaminasi berwarna kuning bukan bening. Menurut George dan de Klerk (2008), jika media tersebut terkontaminasi bakteri maka akan berwarna orange atau kuning.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan 

Adapun kesimpulan dari praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan tentang Pembuatan Media Kultur bahwa jenis-jenis media kultur jaringan tumbuhan berupa media MS, media WPN, media B5, media N6 dan sebagainya. Cara pembuatan media kultur jaringan tumbuhan dengan media MS yang di masukkan kedalam gelas beker kemudian ditambahkan dengan hormon sitokinin, gula dan agar lalu di masak. 

Saran 

Adapun saran yang dapat berikan untuk praktikum selanjutnya bahwa proses pembuatan media sebaiknya di tempat yang khusus ruangan kultur jaringan tumbuhan dan bahannya juga sudah di siapkan. Saat menuangkan media ke dalam botol kultur di wajibkan satu praktikan saja melakukannya serta di dalam laminar biar mikroorganisme dari udara yang tidak diinginkan tidak mengkontaminasi media.














DAFTAR PUSTAKA

Aliyah, R. 2002. Pengaruh Hormon Pertumbuhan (2,4d Dan Kinetin) Dalam Media Murashige-Skoog Serta Penambahan PVP Terhadap Pertumbuhan Kalus Tanaman Mentha arvensis L. Yogyakarta: Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM.
Ajijah, N. 2016. Pengaruh Komposisi Media Dasar dan Jenis Eksplan  Terhadap Pembentukan Embrio Somatik Kakao. J. TIDP. Vol. 03. No. 03. 
 George, E.F. dan G.J. de Klerk. 2008. The Component of Plant Tissue Culture Media I: Macro and Micro Nutrients. Plant Propagation Tissue  Culture 3rd Edition. Vol. 1. The Background. George, E.F, Michael A. Hill  and Geert- Jan De Klerk (ed.). Springer. Netherlands.
Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan, Laboratorium Kultur Jaringan PAU Bioteknologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
………………. 2008. Perlakuan sterilisasi eksplan anggrek kuping gajah (Bulbophyllum beccarii Rehb.f) dalam kultur in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Hendaryono D.P.S., Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur jaringan, Edisi II Kanisius. Yogyakarta: UGM. 
Kardhinata, EM., Siregar, LAM dan Rosita, E. 2015. Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Media terhadap Pembentukan Tunas Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Secara In Vitro. Jurnal Agroekoteknologi. Vol. 4. No. 1.  E-ISSN: 2337- 6597.
Miller et al. 1956. Teknik dan metode dasar dalam mikrobiologi. Yogyakarta: Kanisius.
Nisa, C. 2013. Pembuatan Media. Malang: Universitas Brawijaya.
Ritonga, AW. 2007. Pembuatan Media Kultur Jaringan Tanaman. Bogor: IPB press.
Sandra, E.2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan. Bogor: IPB Press.

Yuniastuti, Endang. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Kultur Jaringan. Surakarta: UNS Press.

Komentar

Postingan Populer